Proses belajar mengajar adalah
serangkaian proses antara guru dengan siswa atas dasar hubungan timbal balik
yang berlangsung dalam kondisi edukatif untuk mencapi tujuan tertentu. Proses
pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme sebagai berikut:
(a) menyiapkan benda–benda nyata untuk
digunakan oleh para siswa,
(b) memilih pendekatan yang sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa,
(c) memperkenalkan kegiatan yang layak dan menarik serta
beri kebebasan siswa untuk menolak saran guru,
(d) menciptaan pertanyaan dan masalah
serta pemecahannya,
(e) mengajak siswa untuk saling berinteraksi,
(f) siswa
diajak untuk berpikir dengan cara mereka sendiri, dan
(g) memperkenalkan
kembali materi dan kegiatan yang sama setelah beberapa tahun lamanya. Dari
proses pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme dapat
memberikan suatu solusi dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh
siswa (Dahar, 1989:160).
Belajar matematika menurut para ahli konstruktivis menyatakan bahwa belajar matematika melibatkan manipulasi aktif dari pemaknaan bukan hanya bilangan dan rumus-rumus saja. Para ahli konstruktivis merekomendasikan untuk menyediakan lingkungan belajar dimana siswa dapat mencapai konsep dasar, ketrampilan, dan kebiasaan bekerja sama. Dari pernyataan beberapa ahli konstruktivis diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika berdasarkan konstruktivisme adalah pembelajaran yang harus melibatkan siswa aktif untuk mengkontroksi pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan benda konkrit.
Belajar matematika menurut para ahli konstruktivis menyatakan bahwa belajar matematika melibatkan manipulasi aktif dari pemaknaan bukan hanya bilangan dan rumus-rumus saja. Para ahli konstruktivis merekomendasikan untuk menyediakan lingkungan belajar dimana siswa dapat mencapai konsep dasar, ketrampilan, dan kebiasaan bekerja sama. Dari pernyataan beberapa ahli konstruktivis diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika berdasarkan konstruktivisme adalah pembelajaran yang harus melibatkan siswa aktif untuk mengkontroksi pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan benda konkrit.
Hudoyo dalam seminar makalah (1998) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika
dengan metode pendekatan konstruktivisme meliputi empat tahap:
a. Tahap persepsi (mengungkap konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar siswa). Siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Peran guru memberi pertanyaan problematis tentang fenomena yang sering dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari dan mengaitkannya dengan konsep yang akan dibahas. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep tersebut.
b. Tahap eksplorasi. Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian dan menginterprestasikan data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Secara keseluruhan pada tahap ini akan terpenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena dalam lingkungannya.
c. Tahap diskusi dan penjelasan konsep. Siswa memikirkan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi siswa, di tambah dengan penguatan guru. Selanjutnya, siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari, dan
d. Tahap pengembangan dan aplikasi konsep. Guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun melalui pemunculan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu dalam lingkungan siswa tersebut.
a. Tahap persepsi (mengungkap konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar siswa). Siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Peran guru memberi pertanyaan problematis tentang fenomena yang sering dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari dan mengaitkannya dengan konsep yang akan dibahas. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep tersebut.
b. Tahap eksplorasi. Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian dan menginterprestasikan data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Secara keseluruhan pada tahap ini akan terpenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena dalam lingkungannya.
c. Tahap diskusi dan penjelasan konsep. Siswa memikirkan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi siswa, di tambah dengan penguatan guru. Selanjutnya, siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari, dan
d. Tahap pengembangan dan aplikasi konsep. Guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun melalui pemunculan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu dalam lingkungan siswa tersebut.
A. Pengertian
Pendekatan Open-Ended
Menurut
Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang
benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem
atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan
utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara
bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu
pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.
Sifat
“keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara
dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang
mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended
dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode,
cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan
bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.
Pembelajaran
dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka
kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam
menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban
(yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa
dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
Tujuan dari
pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124)
ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik
siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan
kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan setiap siswa.
Pendekatan Open-Ended
menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai
strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi
permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika
siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama
kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses
pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended,
yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan
siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai
strategi.
Dalam
pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya
mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu
jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan
matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek
berikut:
a. Kegiatan siswa
harus terbuka.
Yang dimaksud
kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi
kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak
mereka.
b. Kegiatan matematika
merupakan ragam berpikir.
Kegiatan
matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari
pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau
sebaliknya.
c. Kegiatan siswa
dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan.
Dalam
pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam
berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya
guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman
dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui
kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui
kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang
kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka
terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.
Pada dasarnya, pendekatan Open-Ended bertujuan untuk mengangkat kegiatan
kreatif siswa dan berpikir matematika secara simultan. Oleh karena itu hal yang
perlu diperhatikan adalah kebebasan siswa untuk berpikir dalam membuat progress
pemecahan sesuai dengan kemampuan, sikap, dan minatnya sehingga pada
akhirnya akan membentuk intelegensi matematika siswa.
B.
Mengkonstruksi
Masalah Open-Ended
Menurut
Suherman, dkk (2003 : 129-130) mengkonstruksi dan mengembangkan masalah Open-Ended
yang tepat dan baik untuk siswa dengan tingkat kemampuan yang beragam
tidaklah mudah. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang
dalam jangka waktu yang cukup panjang, ditemukan beberapa hal yang dapat
dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:
- Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
- Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
- Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
- Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
- Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
- Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari pekerjaannya.
C. Menyusun
Rencana Pendekatan Open-Ended
Apabila guru
telah mengkonstruksikan atau menformulasi masalah Open-Ended dengan
baik, tiga hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran sebelum masalah itu
ditampilkan di kelas adalah:
1)
Apakah masalah
itu kaya dengan konsep-konsep matematika dan berharga?
Masalah Open-Ended
harus medorong siswa untuk berpikir dari berbagai sudut pandang. Disamping itu
juga harus kaya dengan konsep-konsep matematika yang sesuai untuk siswa
berkemampuan tinggi maupun rendah dengan menggunakan berbagai strategi sesuai
dengan kemampuannya.
2)
Apakah tingkat
matematika dari masalah itu cocok untuk siswa?
Pada saat siswa
menyelesaikan masalah Open-Ended, mereka harus menggunakan pengetahuan
dan keterampilan yang telah mereka punya. Jika guru memprediksi bahwa masalah
itu di luar jangkauan kemampuan siswa, maka masalah itu harus diubah/diganti
dengan masalah yang berasal dalam wilayah pemikiran siswa.
3)
Apakah masalah
itu mengundang pengembangan konsep matematika lebih lanjut?
Masalah harus
memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep-konsep matematika yang lebih
tinggi sehingga dapat memacu siswa untuk berpikir tingkat tinggi.
Pada tahap ini
hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan rencana pembelajaran yang
baik adalah sebagai berikut:
1)
Tuliskan respon
siswa yang diharapkan.
Pembelajaran
matematika dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan merespons
masalah dengan berbagai cara sudut pandang. Oleh karena itu, guru harus
menyiapkan atau menuliskan daftar antisipasi respons siswa terhadap masalah.
Kemampuan siswa terbatas dalam mengekpresikan ide atau pikirannya, mungkin
siswa tidak akan mampu menjelaskan aktivitasnya dalam memecahkan masalah itu.
Tetapi mungkin juga siswa mampu menjelaskan ide-ide matematika dengan cara yang
berbeda. Dengan demikian, antisipasi guru membuat atau menuliskan kemungkinan
repsons yang dikemukakan siswa menjadi penting dalam upaya mengarahkan dan
membantu siswa memecahkan masalah sesuai dengan cara kemampuannya.
2)
Tujuan dari
masalah itu diberikan kepada siswa harus jelas.
Guru memahami
dengan baik peranan masalah itu dalam keseluruhan rencana pembelajaran. Masalah
dapat diperlakukan sebagai topik yang tertentu, seperti dalam pengenalan konsep
baru kepada siswa, atau sebagai rangkuman dari kegiatan belajara siswa.
Berdasarkan pengalaman, masalah Open-Ended efektif untuk pengenalan
konsep baru atau rangkuman kegiatan belajar.
3)
Sajikan masalah
semenarik mungkin bagi siswa
Konteks
permasalahan yang diberikan atau disajikan harus dapat dikenal baik oleh siswa,
dan harus membangkitkan keingintahuan serta semangat intelektual siswa. Oleh
karena masalah Open-Ended memerlukan waktu untuk berpikir dan
mempertimbangkan strategi pemecahannya, maka masalah itu harus mampu menarik
perhatian siswa.
4)
Lengkapi
prinsip formulasi masalah, sehingga siswa mudah memahami maksud masalah itu
Masalah harus
diekspresikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahaminya dengan mudah dan
menemukan pendekatan pemecahannya. Siswa dapat mengalami kesulitan, bila
eksplanasi masalah terlalu singkat. Hal itu dapat timbul karena guru bermaksud
memberikan terobosan yang cukup kepada siswa untuk memilih cara dan pendekatan
pemecahan masalah. Atau dapat pula diakibatkan siswa memiliki sedikit atau
bahkan tidak memiliki pengalaman belajar karea terbiasa megikuti
petunjuk-petunjuk dari buku teks.
5)
Berikan waktu
yang cukup bagi siswa untuk mengekplorasi masalah.
Terkadang waktu
yang dialokasikan tidak cukup dalam menyajikan masalah, memecahkannya,
mendiskusikan pendekatan dan penyelesaian,, dan merangkum dari apa yang telah
dipelajari siswa. Karena itu, guru harus memberi waktu yang cukup kepada siswa
untuk mengekplorasi masalah. Berdiskusi secara aktif antar sesama siswa dan
antara siswa dengan guru merupakan interaksi yang sangat penting dalam
pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended.
D. Keunggulan dan
Kelemahan Pendekatan Open-Ended
Keunggulan Pendekatan Open-Ended ini menurut Suherman, dkk (2003:132) antara lain:
a.
Siswa
berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan
idenya.
b.
Siswa memiliki
kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan
matematik secara komprehensif.
c.
Siswa dengan
kemapuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka
sendiri.
d.
Siswa secara
intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
e.
Siswa memiliki
pengelaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
Kelemahan
Pendekatan Open-Ended menurut Suherman, dkk (2003;133) diantaranya:
a.
Membuat dan
menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan
mudah.
b.
Mengemukakan
masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa
yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
c.
Siswa dengan
kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
d.
Mungkin ada
sebagaian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka tidak
menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar