PATRIOTISME
1. Pengertian Patriotisme
Patriotisme adalah sikap yang berani, pantang menyerah dan rela
berkorban demi bangsa dan negara. Patriotisme berasal dari kata
"patriot" dan "isme" yang berarti sifat kepahlawanan atau jiwa
pahlawan, atau "heroism" dan "patriotism" dalam bahasa Inggris.
Pengorbanan ini dapat berupa pengorbanan harta benda maupun jiwa raga.
Patriotisme adalah semangat dan jiwa yang dimiliki oleh seseorang
untuk berkorban / rela berkorban demi nusa bangsa atau Negara.
Beberapa tokoh seperti Blank (2003) & Schmidt (2003) melalui
studi mereka mendukung pendapat bahwa patriotisme tidak sama dengan
nasionalisme. Nasionalisme lebih bernuansa dominasi, superioritas atas
kelompok bangsa lain. Tingkat nasionalisme suatu kelompok atau bangsa,
ditekankan pada adanya perasaan "lebih" atas bangsa lain .
Dibandingkan dengan nasionalisme, patriotisme lebih berbicara
akan cinta dan loyalitas. Patriotisme memiliki beberapa dimensi dengan
berbagai istilah, namun Staub (1997) membagi patriotisme dalam dua
bagian yakni blind dan constructive patriotism (patriotisme buta dan
patriotisme konstruktif). Sementara Bar-Tal (1997) menyisipkan
conventional patriotism diantaranya.
Staub menyatakan patriotisme sebagai sebuah keterikatan
(attachment) seseorang pada kelompoknya (suku, bangsa, partai politik,
dan sebagainya). Keterikatan ini meliputi kerelaan seseorang dalam
mengidentifikasikan dirinya pada suatu kelompok sosial (attachment)
untuk selanjutnya menjadi loyal.
Dari rentetan sejarah pemahaman patriotisme, nampaknya
patriotisme yang kemudian populer dan dikenal masyarakat luas, tidak
hanya di Indonesia, namun juga di dunia ialah blind patriotism. Hal ini
mendorong Staub juga Bar-tal menghimbau dalam bukunya, "Patriotism-in
the lives of individuals and nations", untuk mempopulerkan dimensi
patriotisme yang semestinya lebih merasuk yaitu constructive patriotism.
Patriotisme buta didefinisikan sebagai sebuah kerikatan kepada
negara dengan ciri khas tidak mempertanyakan segala sesuatu, loyal dan
tidak toleran terhadap kritik. "Blind patriotism is defined as an attachment
to country characterized by unquestioning positif evaluation, staunch
allegiance, and intolerance of critism".(Staub: 1997).
Melihat definisi tersebut, dimana patriotisme buta dengan ciri khas
menuntut tidak adanya evaluasi positif dan tidak toleran terhadap kritik,
mungkin akan lebih mudah dipahami jika kita ingat akan pernyataan yang
pernah sangat populer "Right or wrong is my country!". Pernyataan ini
tanpa perlu dipertanyakan lagi memberikan implikasi bahwa apapun yang
dilakukan kelompok (bangsa) saya, haruslah didukung sepenuhnya,
terlepas dari benar atau salah. Hal ini telah disadari Bar-Tal sebagai
pemicu awal totaliterisme atau chauvinisme. Sementara sejarah telah
mencatat konsekuensi buruk yang dihasilkan, sebut saja Nazi-Jerman,
Mussolini-Itali. Pembantaian orang tak berdosa namun berseberangan
dengan pandangan politik pemimpin menjadi legal atas nama patriotisme,
nasionalisme pun ikut diseret di dalamnya sehingga bangsa lain pun bisa
menjadi sasaran.
Staub juga menyatakan bahwa blind patriotism tidak saja berakibat
buruk bagi kelompok luar (outgroup), namun juga membahayakan
kelompoknya sendiri (ingroup). Tidak adanya kritik maupun evaluasi
sama saja dengan membiarkan kelompok berjalan tanpa peta, hingga bisa
terpeleset dan masuk jurang.
Patriotisme konstruktif didefinisikan sebagai sebuah keterikatan
kepada bangsa dan negara dengan ciri khas mendukung adanya kritik dan
pertanyaan dari anggotanya terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan /
terjadi sehingga diperoleh suatu perubahan positif guna mencapai
kesejahteraan bersama. "Constructive patriotism is defined as an
attachment to country characterized by support for questioning and critism
of current group practices that are intended to result in positive change."
(Schatz, Staub, Lavine,1999). Sementara patriotisme konstruktif juga tetap
menuntut kesetiaan dan kecintaan anggota (rakyat) kelompoknya (bangsa),
namun tidak meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam pandangan ini,
pemimpin tidak selamanya benar, bahkan sebutan orang tidak patriotis
oleh seorang pemimpin bisa jadi berarti sebaliknya. Kritik dan evaluasi
terhadap kelompok yang dicintai seseorang justru merupakan bentuk
kesetiaannya. Kritik dan evaluasi ini bertujuan untuk menjaga agar
kelompoknya tetap pada jalur yang benar atau positif.
Selain hal di atas, dalam patriotisme konstruktif terdapat 2 (dua)
faktor penting yaitu mencintai dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan. Seorang yang layak disebut patriot adalah orang yang
menjunjung dan mencintai kelompok baik itu kelompok partai atau bangsa
atau negara, namun lebih dari itu ia juga harus menjunjung nilai-nilai
kemanusiaan. Disinilah diperlukan sikap peduli yang muncul dalam kritik
dan evaluasi.
2. Indonesia dan Patriotisme Konstruktif
Indonesia telah mulai belajar menerima dan memahami perbedaan
sesungguhnya dengan lebih terbuka. Patriotisme konstruktif juga
membutuhkan keterlibatan politik dalam arti luas. Tidak berarti harus
tergabung dalam politik praktis, melainkan adanya aktivitas untuk
mendapatkan informasi politik atau hal-hal yang berkaitan dengan
kelompoknya. Dengan lebih mengenal kelompoknya baik karakteristik
maupun permasalahannya, akan memudahkan seseorang untuk bisa lebih
pedulli atau terlibat, termasuk mengkritisi untuk menghasilkan perubahan
positif.
Terkait dengan pelaksanaan pemilu 2014 yang akan
datang,
penulis melihat dalam suasana kampanye mendatang, akan sangat
memungkinkan munculnya outgroup derogation terhadap kelompok lain,
terbukti pada waktu lalu di Bali dengan adanya bentrokan antara 2 (dua)
massa pendukung partai. Bentrokan antar massa pendukung inilah yang
harus diwaspadai oleh para pucuk pimpinan partai. Kecintaan pada
kelompok (ingroup favoritism) hendaklah tidak disertai dengan penilaian
negatif terhadap kelompok lain (outgroup derogation). Dengan demikian
masing-masing pihak akan terhindar dari patriotisme buta yang bisa
berakibat fatal bagi semua pihak.
Menghadapi permasalahan ini, nilai-nilai kemanusiaan yang
disodorkan Staub dalam patriotisme konstruktif kemudian menjadi
alternatif yang harus dipertimbangkan. Diatas semua kepentingan
kelompok, ada kepentingan lain yang lebih besar dan mendasar, yakni
terpelihara serta dijunjung tingginya nilai-nilai kemanusiaan dalam
berkompetisi. Sehebat apapun kelompok partai yang didukung, haruslah
diingat dan dihayati betul besarnya nilai-nilai kemanusiaan. Jika ini
ditanamkan pada setiap pribadi terutama dalam konteks ini adalah tiap
partai politik, maka pemilu 2014 dan pemilu selanjutnya akan menjadi
pesta demokrasi yang akan selalu dinantikan rakyat Indonesia.
3. Contoh Patriotisme
Contoh patriotisme dalam lingkungan keluarga dan masyarakat
misalnya, memberi hewan kurban di Hari Raya idul Adha, membayar
pajak tepat waktu, membantu peningkatan taraf hidup warga dikampungnya.
Contoh patriotisme di perkuliahan misalnya, melakukan sumbangan
uang untuk membantu teman sekelasnya yang terkena musibah,
menjaga kebersihan lingkungan kampus, menjalin persahabatan dengan universitas
lain atau tidak melakukan tawuran antar mahasiswa.
Contoh patriotisme di lingkungan instansi pemerintah dan swasta
misalnya, memprakarsai kegiatan donor darah, pengentasan kemiskinan,
membantu korban bencana alam atau berperilaku adil dan bijaksana.
Rangkaian kegiatan yang merupakan bagian dari pewarisan antara
lain adalah suka bekerja keras, ulet, tekun, membiasakan menabung,
berperilaku hemat atau sederhana. Kegiatan-kegiatan diatas diharapkan
nilai-nilai di balik kegiatan tersebut akan mebentuk kepribadian diri.
Misalnya, tapak tilas, kunjungan ke museum, melaksanakan upacara
bendera, disiplin diri atau berjiwa kreatif.
Pembelaan Negara diantaranya wajib militer (wamil), pendidikan
bela Negara atau kewiraan sebagai pendidikan wajib atau kewajiban
penggunaan barang-barang dalam negeri dan tidak mengimpor barang-
barang dari luar negeri. Pembelaan negara dalam kemiliteran
didukung oleh
pengorbanan seorang Jendral
Sudirman yang mengkoordinir seluruh pasukan
militer. Dalam buku catatan
kecil yang merupakan pedomannya,Sudirman
menyebutkan “Lebih baik mandi keringat daripada mandi
darah” yang
artinya pertempuran dimedan
perang akan menghasilkan kemenangan jika saat
berlatih dilakukan dengan
sungguh-sungguh. Sudirman juga memotivasi para
prajuritnya dengan falsafah
“Bersatu kita teguh, bercerai kita
runtuh” yang artinya kekompakan akan melahirkan kemenangan dan pertengkaran
akan membentuk
kekalahan.
Jendral Sudirman mengatakan bahwa kemerdekaan
yang telah diperoleh
tidak luput dari peran
seorang ibu. Seperti yang tertulis di SaptaMarga prajurit
dimana “Darah ibu melahirkan pahlawan , darah
pahlawan melahirkan perjuangan , perjuangan melahirkan kemerdekaan” yang
kemerdekaan suatu bangsa tidak luput
dari peran seorang ibu.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Patriotisme adalah semangat dan jiwa yang dimiliki oleh seseorang
untuk berkorban / rela berkorban demi nusa bangsa atau Negara.
Patriotisme tidak sama dengan nasionalisme. Nasionalisme lebih
bernuansa dominasi, superioritas atas kelompok bangsa lain. Tingkat
nasionalisme suatu kelompok atau bangsa, ditekankan pada adanya
perasaan "lebih" atas bangsa lain.
Dibandingkan dengan nasionalisme, patriotisme lebih berbicara
akan cinta dan loyalitas.
B. Saran
Semoga kecintaan anak bangsa terhadap Indonesia atau kelompok sosial
lainnya bukanlah "cinta buta", sehingga bangsa ini meski perlahan namun
pasti bisa beranjak bangkit dan menegakkan kepala di tengah dunia
internasional.
sebelum di publis,,, cek dulu nez apakah tampilannya sudah enak atau belum dilihat....
BalasHapuskan ada tuh pilihan lihat blog,,, jadi kau bisa meng edit" yang kurang
by PerjakaMuda
weitss perjaka muda ya :P
Hapushahaha ...
iaa,,
ntar aku edit deh ...
makasih ya perjaka muda manik, lubis, ambarita ...